Langsung ke konten utama

Menyaksikan Kuda Lumping, Topeng Ireng dan Leak Bali

sumber : fb tmb kenteng

Kemarin, Minggu, 11 April 2021, saya nonton kesenian tradisional kuda lumping di daerah tempat tinggal saya. Kebetulan, yang mengisi kegiatan itu adalah tetangga saya sendiri. Sehingga wajahnya pun sudah saling mengenal satu sama lain. 

Di sekitar area panggung ada tulisan, "Bukan tontonan umum. Ini hanya live streaming." Maksud dari tulisan tersebut adalah warga luar kelurahan tidak boleh menonton. Yang boleh menonton adalah warga RW lima, Kenteng Tegalrejo Argomulyo Salatiga. 


Meski begitu, namun warga luar ternyata ada yang hadir untuk ikut menonton. Ketika saya tanya, ia kemudian menjawab bahwa sudah rindu dengan kesenian tradisional yang sudah libur selama sekitar setahun. Pedagang kaki lima pun juga cukup banyak yang datang  untuk mengais rezeki. 


Semua penonton diwajibkan memakai masker. Ini mengingat karena pandemi corona belum usai. Panitia sedari awal sudah mengingatkan untuk mematuhi protokol kesehatan. Di sekitar lokasi juga disediakan sabun dan tempat cuci tangan.

 

Pertunjukan kali ini bisa dibilang cukup unik. Pasalnya, ada tenda khusus dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Mereka merekam video dari awal sampai akhir pertunjukan. Dari Pemkot Salatiga pun juga ikut andil untuk merekam kegiatan tradisional yang merupakan ciri khas warga pegunungan. Dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Salatiga. 


Ada juga tim Hansip (linmas) yang membantu mengamankan warga masyarakat. Juga ada tim dari Boyolali. Mereka menggunakan jaket doreng warna oranye. Mereka menamakan organisasi dirinya dengan nama MERAPI MERBABU. Mereka bertugas membantu warga masyarakat dalam masalah keamanan. 


Pukul dua siang acara dimulai. Awal mulanya ketua panitia mengisi acara sambutan. Sambutan kedua disampaikan oleh ketua RT setempat. Intinya, harus menaati protokol kesehatan serta selalu menjaga keamanan ketika menyaksikan acara tersebut. 


Acara pertama diisi dengan kuda lumping. Setelah sekitar satu jam selesai yaitu pukul tiga sore, pertunjukan istirahat sejenak guna menghormati sholat Ashar. Setelah itu acara dilanjutkan sebagaimana mestinya. 


Acara kedua diisi dengan kesenian topeng ireng. Topeng ireng ini bagi saya cukup memikat para penonton. Topeng ireng ini dilengkapi oleh gadis-gadis SMP dan SMA. Setelah selesai, ternyata ada yang kesurupan. Setelah sekitar sepuluh menit, tim akhirnya mampu memulihkannya kembali. 


Acara yang ketiga diisi dengan kesenian kuda lumping sekaligus leak Bali. Yang ini juga cukup menarik perhatian penonton. Leak Bali ini boleh dikatakan kesenian yang paling menyeramkan daripada yang lainnya. Suaranya musik dibuat angker. Ditambah topeng yang menyerupai buto ijo, membuat warga semakin ketakutan. 


Ketika acara sudah mau selesai, para pemain banyak yang kesurupan. Para penonton pun juga ada yang kesurupan. Saking banyaknya yang kesurupan, pawang pun juga cukup kebingungan. Setelah menjalani tahap demi tahap, akhirnya yang kesurupan dapat disembuhkan. 


Pukul setengah enam sore pertunjukan telah selesai. Warga masyarakat saling berduyun-duyun untuk meninggalkan lokasi. Polisi pun datang hanya untuk memastikan sudah selesai atau belum. Setelah itu semua yang ada di tempat itu pun sudah tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Salam. 


Salatiga, 12 April 2021

Komentar

Artikel Populer

Internet dan Budaya Srawung

sumber gambar: hipwee.com Gambar di atas merupakan contoh bagaimana yang seharusnya kita lakukan saat ini. Selain degradasi moral yang semakin menurun, sikap individualisme di dalam masyarakat tampaknya juga sudah semakin meningkat. Kalau dulu sikap seperti itu banyak dilakukan oleh orang kota, saat ini orang desa sudah banyak yang terkontaminasi. Sehingga jangan kaget umpama melihat orang desa yang sudah mulai sedikit tidak memperhatikan tetangga sekitarnya.  Saya melihat gambar seperti di atas sudah sekitar tiga kali. Dan itu semua berada di wilayah Kabupaten Semarang. Pertama di daerah Kec. Banyubiru, Pabelan dan terakhir Tuntang. Oleh karena saya ketika pergi kadang tidak membawa HP, sehingga belum sempat memotret gambar tersebut. Tidak masalah, melalui dunia maya juga sudah cukup banyak gambarnya. Dan gambar di dalam tulisan ini merupakan salah satu contohnya.  Salah satu yang menjadi faktor penyebab meredupnya budaya srawung adalah dunia maya. Dunia may...

Komentar Ilmiah

Belum lama ini, blog pribadi saya dikunci oleh akun blogger . Saya pun tidak bisa membukanya. Saya kemudian membuka alamat email. Di dalam email tersebut saya mendapat email resmi dari blogger mengenai "kesalahan" dalam menggunakan blog. Tulisan saya dianggap terlalu membuat kontroversi.  Saya pun kemudian mengirimkan email kembali kepada blogger bagaimana cara agar blog saya bisa dibuka. Tidak lama kemudian blogger mengirimkan balasan email. Intinya, agar apa yang saya tulis tidak mengandung konten-konten yang sekiranya menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.  Saya pun berterima kasih kepada blogger. Semua ada hikmahnya. Barangkali ini adalah teguran agar saya berhati-hati dalam menulis. Menulis tetap menulis, yang penting jangan terlalu membuat resah, kontroversial atau yang sekiranya membuat gaduh di dalam masyarakat.  Namun demikian, saya kadang bertanya-tanya di dalam hati. Dalam email tersebut ternyata ada seorang pembaca yang melaporkan kepada blogger mengenai t...

Saparan: Antara Orang Kaya dan Miskin

Beberapa waktu yang lalu, saya mengunjungi acara saparan di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Pengunjungnya sangat banyak. Para pedagang juga banyak yang berlalu-lalang, ikut meramaikan acara tersebut sembari mencari uang.  Jika melihat acara saparan , paling tidak di sana terdapat beberapa kesenian daerah. Ada kuda lumping, karnaval desa, bersih desa dan lain sebagainya. Bila uangnya warga masyarakat memungkinkan, biasanya menyelenggarakan wayang kulit. Bila uangnya dalam jumlah sedikit, biasanya hanya menyelenggarakan kuda lumping atau reog lokal. Yang jelas, tradisi saparan harus tetap dijaga. Jika tidak dijaga, maka bisa jadi sejarah akan hilang. Sejarah hanya akan menjadi dongeng belaka. Sejarah akan menjadi hilang oleh karena tidak ada bekas atau tidak ada jejak fisiknya. Jika mencermati acara saparan , maka di sana antara orang miskin dan orang kaya tidak ada bedanya. Semuanya setara. Semuanya mengeluarkan makanan, yang kemudian dimakan oleh para...

Gila Disebabkan HP

sumber gambar: detiknews.com Melihat realitas zaman sekarang, yang namanya HP tentunya sudah menjadi kebutuhan. Siapa yang tidak mempunyai HP, kadang akan ketinggalan. Misalnya informasi sebuah RT, sudah cukup banyak yang menggunakan WA. Sehingga siapa yang tidak memilikinya maka akan  ketinggalan informasi.  Namun dari itu, penggunaan HP yang tidak digunakan sebagaimana mestinya tentu akan berakibat kurang baik. Yang dihati-hati saja kadang masih berakibat kurang baik, maka apalagi kalau kita tidak berhati-hati? Sadar atau tidak, bisa jadi HP adalah salah satu media yang digunakan oleh asing untuk menjajah bangsa ini.  Bila mencermati lingkungan, tampaknya anak kecil yang sering memukuli orang tuanya semakin hari semakin bertambah banyak. Hal yang seperti itu tampaknya sudah bukan merupakan hal yang tabu. Mengapa hal itu dapat terjadi? Salah satunya disebabkan karena HP android, utamanya yang berbasis  game   online .  Anak kecil zaman da...

Tradisi Mencari Batu di Sungai

sumber gambar : pixabay.com Dulu, sewaktu masih SD, saya sering diajak almarhum Bapak ke sungai. Sekembalinya dari sungai, saya disuruh membawa sebuah batu hitam yang kemudian dibawa ke rumah. Sedangkan Bapak, kadang membawa satu ember pasir, kadang pula membawa sebuah batu.  Kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang lazim, yang biasa dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh karena sudah lazim, maka menjalankannya terasa tidak begitu berat. Selain itu, antara tetangga yang satu dan lainnya pun tidak mempunyai rasa malu. Prinsip mereka hanya satu, yakni mencari pasir atau batu kali.  Saya sejak kecil sebenarnya sudah paham bahwa apa yang dilakukan oleh warga masyarakat sesungguhnya ingin membuat rumah yang terbuat dari semen dan batu kali. Maklum, ketika itu sebagian besar masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan utama. Sementara untuk bagian lantai masih beralaskan tanah.  Dulu yang namanya rumah kayu merupakan hal yang biasa. Biaya pemb...