Langsung ke konten utama

Antara Dukun dan Kyai

image : m.merdeka.com

Selama ini, boleh percaya atau tidak, citra dukun oleh sebagian masyarakat dianggap negatif. Sebaik apapun kelakuan dukun, oleh karena sudah "tercemar" namanya, akan tetap mendapatkan image yang kurang membahagiakan. Sebaliknya, seorang kyai (ulama dan ustadz) akan selalu mendapatkan predikat yang baik dalam pandangan masyarakat. 

Apakah semua kyai itu baik? Bila melihat televisi misalnya, oknum kyai yang kurang baik sebenarnya cukup mudah dijumpai. Oknum kyai atau ustadz yang (maaf) mencabuli santrinya juga sudah bukan merupakan hal yang asing dalam telinga kita. Oleh karena santri itu mempunyai jiwa yang takdhim, akhirnya disalahgunakan oleh oknum kyai yang kurang bertanggung jawab. 


Kyai dan dukun sebenarnya sama; sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Kyai dan dukun dalam berdoa sebenarnya juga sama, yaitu meminta pertolongan kepada Tuhan. Hanya saja, caranya yang berbeda. 


Bila menengok ke belakang, antara dukun dan kyai sebenarnya juga hampir melalui proses yang sama. Mereka harus berpuasa terlebih dahulu agar doanya mudah ijabah. Mereka juga harus membaca wirid tertentu, guna menolong setiap pasien yang datang. Yang satu menggunakan mantra Arab, yang satunya lagi menggunakan mantra Jawa, misalnya. 


Apakah semua dukun itu "hitam"? Apakah semua kyai itu juga "putih"? 


Semua itu sebenarnya tergantung dari niatnya. Umpama kita pergi ke dukun namun dalam hal kebaikan itu tidak masalah. Sebaliknya, umpama kita pergi ke tempat seorang kyai namun dalam keburukan, tentu tidak benar dan harus kita tinggalkan. Kebetulan saya pernah mendengar dan melihat oknum kyai yang kurang etis dan ini jangan ditiru! 


Suatu saat, ketika sedang menghadiri kegiatan ziarah kubur masal di daerah pinggiran Kabupaten Semarang, saya bertemu dengan seorang korban penipuan penggandaan uang. Beliau berasal dari daerah Boyolali. Beliau merupakan seorang ulama yang setiap hari mengajar ngaji di kampung halamannya. 


Awal mulanya beliau diajak tetangganya untuk berziarah kubur. Beliau pun menyanggupinya. Setelah sampai di tempat tujuan, beliau pun membaca tahlilan sebagaimana lazimnya. Setelah selesai, beliau akhirnya bertemu dengan seseorang pimpinan jamaah yang berasal dari Kota Semarang. 


Dalam pembicaraan yang singkat itu, pimpinan jamaah dari Semarang dimaksud menawarkan jasa bank gaib (baca: penggandaan uang). Beliau pun akhirnya setuju. Awalnya memang menarik; ada modalnya, kemudian mendapatkan keuntungan. Setelah berjalan berkali-kali, uangnya ternyata tidak kembali. Beliau kehilangan uang yang jumlahnya cukup banyak. Sementara tersangka sudah tidak pernah muncul ke makam. Ketika nomor HP-nya dihubungi, ternyata sudah tidak aktif. 


Begitulah. Oknum ulama, kyai dan ustadz yang kurang baik akhlaknya itu pasti ada. Bahkan, umpama mau dihitung, jumlahnya cukup banyak. Oknum ulama yang terjun ke dunia politik juga tidak sulit kita temui. Mereka memanfaatkan "ayat" guna mendukung dan mensukseskan calon tertentu. 


Apa yang saya tulis bukan bermaksud untuk menghina atau merendahkan para ulama. Sama sekali bukan. Hanya saja saya ingin membuka cakrawala bahwa pandangan kita itu jangan sempit. Baik dan buruknya manusia itu berawal dari hatinya. Menggeneralisir bahwa semua dukun itu buruk adalah kurang tepat. Memukul rata bahwa semua kyai itu baik juga kurang valid. Wallahu a'lam. 


Salatiga, 18 Februari 2021

Komentar

Artikel Populer

Internet dan Budaya Srawung

sumber gambar: hipwee.com Gambar di atas merupakan contoh bagaimana yang seharusnya kita lakukan saat ini. Selain degradasi moral yang semakin menurun, sikap individualisme di dalam masyarakat tampaknya juga sudah semakin meningkat. Kalau dulu sikap seperti itu banyak dilakukan oleh orang kota, saat ini orang desa sudah banyak yang terkontaminasi. Sehingga jangan kaget umpama melihat orang desa yang sudah mulai sedikit tidak memperhatikan tetangga sekitarnya.  Saya melihat gambar seperti di atas sudah sekitar tiga kali. Dan itu semua berada di wilayah Kabupaten Semarang. Pertama di daerah Kec. Banyubiru, Pabelan dan terakhir Tuntang. Oleh karena saya ketika pergi kadang tidak membawa HP, sehingga belum sempat memotret gambar tersebut. Tidak masalah, melalui dunia maya juga sudah cukup banyak gambarnya. Dan gambar di dalam tulisan ini merupakan salah satu contohnya.  Salah satu yang menjadi faktor penyebab meredupnya budaya srawung adalah dunia maya. Dunia may...

Komentar Ilmiah

Belum lama ini, blog pribadi saya dikunci oleh akun blogger . Saya pun tidak bisa membukanya. Saya kemudian membuka alamat email. Di dalam email tersebut saya mendapat email resmi dari blogger mengenai "kesalahan" dalam menggunakan blog. Tulisan saya dianggap terlalu membuat kontroversi.  Saya pun kemudian mengirimkan email kembali kepada blogger bagaimana cara agar blog saya bisa dibuka. Tidak lama kemudian blogger mengirimkan balasan email. Intinya, agar apa yang saya tulis tidak mengandung konten-konten yang sekiranya menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.  Saya pun berterima kasih kepada blogger. Semua ada hikmahnya. Barangkali ini adalah teguran agar saya berhati-hati dalam menulis. Menulis tetap menulis, yang penting jangan terlalu membuat resah, kontroversial atau yang sekiranya membuat gaduh di dalam masyarakat.  Namun demikian, saya kadang bertanya-tanya di dalam hati. Dalam email tersebut ternyata ada seorang pembaca yang melaporkan kepada blogger mengenai t...

Saparan: Antara Orang Kaya dan Miskin

Beberapa waktu yang lalu, saya mengunjungi acara saparan di Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Pengunjungnya sangat banyak. Para pedagang juga banyak yang berlalu-lalang, ikut meramaikan acara tersebut sembari mencari uang.  Jika melihat acara saparan , paling tidak di sana terdapat beberapa kesenian daerah. Ada kuda lumping, karnaval desa, bersih desa dan lain sebagainya. Bila uangnya warga masyarakat memungkinkan, biasanya menyelenggarakan wayang kulit. Bila uangnya dalam jumlah sedikit, biasanya hanya menyelenggarakan kuda lumping atau reog lokal. Yang jelas, tradisi saparan harus tetap dijaga. Jika tidak dijaga, maka bisa jadi sejarah akan hilang. Sejarah hanya akan menjadi dongeng belaka. Sejarah akan menjadi hilang oleh karena tidak ada bekas atau tidak ada jejak fisiknya. Jika mencermati acara saparan , maka di sana antara orang miskin dan orang kaya tidak ada bedanya. Semuanya setara. Semuanya mengeluarkan makanan, yang kemudian dimakan oleh para...

Gila Disebabkan HP

sumber gambar: detiknews.com Melihat realitas zaman sekarang, yang namanya HP tentunya sudah menjadi kebutuhan. Siapa yang tidak mempunyai HP, kadang akan ketinggalan. Misalnya informasi sebuah RT, sudah cukup banyak yang menggunakan WA. Sehingga siapa yang tidak memilikinya maka akan  ketinggalan informasi.  Namun dari itu, penggunaan HP yang tidak digunakan sebagaimana mestinya tentu akan berakibat kurang baik. Yang dihati-hati saja kadang masih berakibat kurang baik, maka apalagi kalau kita tidak berhati-hati? Sadar atau tidak, bisa jadi HP adalah salah satu media yang digunakan oleh asing untuk menjajah bangsa ini.  Bila mencermati lingkungan, tampaknya anak kecil yang sering memukuli orang tuanya semakin hari semakin bertambah banyak. Hal yang seperti itu tampaknya sudah bukan merupakan hal yang tabu. Mengapa hal itu dapat terjadi? Salah satunya disebabkan karena HP android, utamanya yang berbasis  game   online .  Anak kecil zaman da...

Tradisi Mencari Batu di Sungai

sumber gambar : pixabay.com Dulu, sewaktu masih SD, saya sering diajak almarhum Bapak ke sungai. Sekembalinya dari sungai, saya disuruh membawa sebuah batu hitam yang kemudian dibawa ke rumah. Sedangkan Bapak, kadang membawa satu ember pasir, kadang pula membawa sebuah batu.  Kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang lazim, yang biasa dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh karena sudah lazim, maka menjalankannya terasa tidak begitu berat. Selain itu, antara tetangga yang satu dan lainnya pun tidak mempunyai rasa malu. Prinsip mereka hanya satu, yakni mencari pasir atau batu kali.  Saya sejak kecil sebenarnya sudah paham bahwa apa yang dilakukan oleh warga masyarakat sesungguhnya ingin membuat rumah yang terbuat dari semen dan batu kali. Maklum, ketika itu sebagian besar masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan utama. Sementara untuk bagian lantai masih beralaskan tanah.  Dulu yang namanya rumah kayu merupakan hal yang biasa. Biaya pemb...